Komunitas Agen Bola, SBOBET, IBCBET, Prediksi Pasaran Bola & Casino Online Terbesar

Kisah Tragis Kejatuhan Girona, Dari Liga Champions Ke Zona Degradasi

Berita Bola – Girona sempat menjadi kejutan besar di La Liga musim lalu. Mereka tampil mengejutkan dan bahkan bersaing memperebutkan gelar juara.

Dengan pemain seperti Artem Dovbyk, Savinho, dan Viktor Tsygankov, Girona bermain atraktif dan berani. Mereka finis di atas Atletico Madrid dan lolos ke Liga Champions untuk pertama kalinya.

Namun, kejayaan itu tidak bertahan lama. Beberapa bintang utama hengkang, dan Girona kehilangan keseimbangan tim.

Kini, mereka terdampar di posisi ke-16 klasemen sementara La Liga. Hanya tiga poin memisahkan mereka dari zona degradasi.

Setelah musim luar biasa, Girona kehilangan banyak pemain kunci. Dovbyk ke AS Roma, Savinho ke Manchester City, dan Aleix Garcia ke Bayer Leverkusen.

Beberapa pemain pinjaman seperti Eric Garcia juga tidak diperpanjang. Akibatnya, fondasi tim pun goyah sejak awal musim.

Dovbyk yang digantikan oleh Abel Ruiz menjadi sorotan. Ruiz didatangkan seharga €9 juta (sekitar Rp155 miliar), tapi tak sebanding secara fisik dan kualitas.

Abel Ruiz gagal meniru dampak Dovbyk dalam serangan. Ia tidak cukup kuat di kotak penalti dan sering kalah dalam duel udara.

Situasi ini membuat Cristhian Stuani kembali diandalkan sebagai starter. Padahal, usianya hampir 40 tahun dan tak lagi sekuat dulu.

Girona juga merekrut Bojan Miovski, namun performanya jauh dari kata tajam. Ketergantungan pada pemain tua menjadi tanda bahaya.

Savinho yang sebelumnya menjadi senjata utama juga tidak digantikan sepadan. Arnaut Danjuma dan Yaser Asprilla didatangkan, tapi kontribusinya minim.

Asprilla bahkan dibeli dengan rekor klub senilai 18 juta euro (sekitar Rp310 miliar). Namun ia belum menunjukkan konsistensi yang diharapkan.

Dari banyak perekrutan, hanya Ladislav Krejci yang tampil baik. Sebagai bek, ia malah jadi pemain paling menonjol musim ini.

Partisipasi di Liga Champions ternyata memberikan beban tambahan kepada Girona. Mereka harus membagi fokus antara kompetisi Eropa dan La Liga.

Sayangnya, kedalaman skuad mereka tidak mencukupi. Cedera mulai menghantui dan berdampak langsung ke performa tim.

Moral pemain turun seiring kekalahan yang datang bertubi-tubi. Hal ini makin menyulitkan Michel dalam mengembalikan semangat bertanding.

Girona dulu dikenal dengan permainan menyerang tanpa rasa takut. Mereka bahkan berani melawan tim besar seperti Real Madrid.

Namun kini, gaya bermain itu hilang bersama kepercayaan diri tim. Dalam laga terakhir lawan Real Betis, mereka sudah tertinggal 3-0 di babak pertama.

Filosofi Michel tampak luntur di tengah tekanan dan kekacauan skuad. Girona tak lagi percaya bisa mengalahkan siapa pun.