Berita Bola – Sorotan tajam mengarah ke Enzo Maresca saat Chelsea bertandang ke St. James’ Park. Isu ketertarikan Manchester City datang di tengah pekan, membuat laga kontra Newcastle United sarat makna di luar skor akhir.
Namun, dari pinggir lapangan, Maresca justru menunjukkan sosok pelatih yang sepenuhnya hadir. Gestur, instruksi, hingga emosinya selama laga menjadi sinyal kuat bahwa fokusnya masih tertuju penuh pada Chelsea.
Hasil imbang 2-2 setelah tertinggal dua gol di babak pertama menjadi konteks penting. Bukan hanya soal satu poin, tetapi juga tentang kepemimpinan dan respons tim di bawah tekanan.
Sepekan sebelum laga ini, Maresca membuat pernyataan enigmatik usai kemenangan 2-0 atas Everton. Ia menyebut 48 jam sebelumnya sebagai periode terburuk selama 18 bulan melatih Chelsea, tanpa menjelaskan secara gamblang penyebabnya.
Situasi itu kian kompleks ketika laporan The Athletic menyebut nama Maresca masuk daftar kandidat Manchester City jika Pep Guardiola meninggalkan klub pada musim panas.
Tekanan publik pun meningkat, meski Maresca sudah menegaskan dalam konferensi pers bahwa ia akan tetap menangani Chelsea musim depan.
Dengan latar tersebut, laga melawan Newcastle otomatis menjadi ujian tersendiri. Bukan hanya bagi tim, tetapi juga bagi hubungan Maresca dengan para pemainnya.
Chelsea tampil jauh dari kata meyakinkan di 45 menit pertama. Intensitas rendah, koordinasi bertahan rapuh, dan kurangnya urgensi membuat mereka tertinggal dua gol akibat dua penyelesaian Nick Woltemade.
Reaksi di lapangan pun terkesan terpecah-pecah. Robert Sanchez tampak frustrasi, Cole Palmer berjalan ke bangku cadangan tanpa ekspresi, sementara beberapa pemain lain sibuk berdebat dengan wasit Andy Madley.
Tidak terlihat adanya momen kolektif untuk menyatukan kembali tim. Pada titik itu, mudah bagi publik untuk mengaitkan performa buruk Chelsea dengan hiruk-pikuk isu di sekitar Maresca.
Namun, menyederhanakan masalah hanya pada isu sang pelatih jelas menyesatkan. Penampilan buruk di babak pertama bukan hal baru bagi Chelsea musim ini, terutama saat bermain tandang.
Sebelumnya, mereka juga tertinggal 0-2 di Elland Road melawan Leeds United pada awal Desember, jauh sebelum isu masa depan Maresca mencuat.
Situasi serupa terjadi saat melawan Burnley dan Nottingham Forest, meski lawan-lawan tersebut gagal menghukum Chelsea secara maksimal.
Dalam konteks ini, pertanyaan yang lebih relevan adalah kesiapan tim menghadapi tekanan laga tandang. Bukan soal komentar Maresca dalam sepekan terakhir.
Respons Chelsea setelah turun minum justru memperlihatkan sisi lain kepemimpinan Maresca. Tim keluar lebih cepat dari Newcastle untuk babak kedua, sebuah sinyal perubahan pendekatan.
Kurang dari lima menit setelah babak kedua, Reece James memperkecil ketertinggalan lewat tendangan bebas brilian. Tidak ada selebrasi berlebihan, para pemain langsung membawa bola ke tengah lapangan.
Tentang pesan di ruang ganti, Maresca menjelaskan, “Kuncinya adalah mencetak gol pertama. Jika kami bisa melakukannya, kami punya peluang untuk memenangkan pertandingan.”
Pergantian Malo Gusto dengan Enzo Fernandez juga memberi dampak nyata, membuat lini tengah Chelsea lebih hidup dan terkontrol.
Gol penyeimbang Joao Pedro menjadi momen emosional. Maresca merayakannya dengan penuh luapan emosi, bahkan berbalik memberi apresiasi kepada Sanchez yang mengawali proses gol lewat umpan panjang.
Momen itu menjadi simbol adaptasi. Musim lalu, Maresca sempat mengancam akan menarik kiper yang bermain terlalu direct. Kini, ia justru merayakan keputusan serupa.
Selepas laga, satu-satunya hal yang benar-benar membuatnya kesal adalah kartu kuning yang berujung larangan mendampingi tim saat menghadapi Aston Villa pekan depan.
Maresca menegaskan pandangannya, “Pekan saya tidak rumit, justru berjalan baik. Kami mengalahkan Everton, Cardiff, dan bermain imbang melawan Newcastle di laga tandang. Masih ada hal yang bisa diperbaiki, tapi kami berada di jalur yang tepat.”


